Label

Jumat, 10 Juni 2011

Bus Ekonomi SMG-SL3

Beberapa bulan belakangan ini, hampir setahun, banyak waktu ku habiskan di jalan antara Salatiga Semarang, jaraknya kira-kira 45 km di tempuh selama 1 jam paling lama belum termasuk waktu tunggu, dengan tujuan tepatnya di kampus UNIKA Semarang. Bus ekonomi yang depannya bertulis SMG-SL3 menjadi andalanku pulang dan pergi.

Perjalanan satu jam ini yang mulai dari melewati perumahan di sepanjang jalan di Salatiga, sawah-sawah kecil yang muncul secuil-secuil dari Salatiga hingga Ungaran, jejeran pedagang kerajinan aluminium dan bambu di separo perjalanan di Tuntang dengan bermacam-macam bentuk wajan, belanga, dinding bambu hingga kurungan ayamnya, kemacetan, dan beratnya asap kendaraan di daerah Banyumanik hingga masuk tol -- membuatku merasa hidup, di tengah rutinitas yang sibuk hingga tanpa kegiatan yang membawa kebosanan pada terlalu biasanya hidup. Aku suka mengadakan perjalanan, bepergian, melihat sesuatu selalu berganti, dan menumpangi sesuatu yang berjalan cepat. Perjalanan ini memberikanku hal tersebut.

Selalu ada yang beda meskipun rute yang dilalui sama, aspal yang dijejaki ban-ban bis tidak berubah. Mulai dari kernet bis yang bermacam-macam bentuk pola gerakan dan suara. Seringkali satu bis yang sama memiliki kernet yang berbeda, mulai dari yang tua, berwajah sangar dan terlihat berpengalaman dengan suara lantang dan ingatan kuat pada semua tempat-tempat yang dituju penumpang dan selalu minta tambahan ongkos jika kurang dari yang seharusnya, hingga kernet muda berumur belasan, berwajah tenang, terlihat kaku tidak berpengalaman, dengan suara yang seperti di tahan saat berteriak-teriak memanggil penumpang atau saat menjadi spion sopir yang bersuara, selalu tidak tepat menurunkan penumpang baik itu kelewatan atau belum sampai, namun tidak pernah protes dengan ongkos yang diberi meskipun kurang dari tarif (aku pernah sekali hanya untuk menguji ^,^).

Penumpang-penumpangnya bermacam-macam memberi corak beraneka warna di dalam sesaknya bis kecil ekonomi ini, mulai dari ibu-ibu pedagang ikan yang berbau amis, mbak-mbak atau mas-mas berbau segar hingga ibu-ibu berbadan besar yang parfumnya menempel di lenganku tidak hilang sebelum bajuku di cuci.

Om-om berkulit putih dan gendut yang mungkin pemilik toko di Ungaran yang setiap satu bis dengannya, ia pasti duduk bersandar dengan nikmatnya, memasang head set di telinga dengan musik menghentak mungkin hip hop (aku bisa mendengarnya dengan jelas), apapun yang terjadi ia tidak pernah memberikan kursinya untuk orang lain, serenta apapun orang tua yang naik bahkan yang memakai tongkat sekalipun, ibu-ibu yang hamil besar atau sedang menggendong anak kecil, tidak pernah ia berdiri untuk mereka. Mbak-mbak atau ibu-ibu yang selalu berdiri memberikan tempat duduk mereka pada yang terlihat lebih membutuhkan atau merasa waktunya untuk duduk sudah terlalu lama dan saatnya bergantian untuk berdiri --jangan bertanya mengapa aku tidak menyebut bapak-bapak atau mas-mas, karena jarang terjadi meskipun ada juga beberapa yang melakukannya-- mulai dari yang memang sengaja mencolek pinggang atau bahu dan mempersilahkan duduk di tempatnya hingga yang dengan tenang, diam-diam berdiri seolah-olah sudah sampai di perhentiannya hanya agar orang lain bisa duduk di kursi tempatnya duduk sebelumnya. Perlu di ketahui dalam bis ekonomi Semarang Salatiga, asas yang dijunjung tinggi adalah "Yang Penting Sampai" tidak memperdulikan duduk atau berdiri (kalau duduk syukur..kalalu berdiri berarti sedang kurang beruntung).

Ada pula perempuan usia 20an yang sejak masuk bis selalu mengeluh pusing, mual dan sibuk mencari kresek untuk muntah, karena kebetulan membawa tolak angin, aku memberikannya yang ternyata ditolak karena perempuan itu cuma hamil (mungkin ngidam) bukan masuk angin atau mabuk perjalanan, sangat berbeda dengan mbah-mbah yang duduk di sampingku di waktu yang lain. sejak masuk bis ia duduk tenang, menyandarkan kepalanya bergantian di sandaran kursi depan dan belakang, tanpa ekspresi tanpa suara, tiba-tiba memuntahkan semua isi perutnya ke lantai bis. Air muntah kekuningan mengenai kursi kosong di sampingnya, mengalir hingga ke lantai menebar bau khas muntah. Aku menyesal karena tidak membawa tolak angin atau kresek. Mulai dari hari itu, saku terluar tasku kuselipkan plastik kresek yang tidak pernah kupindahkan.

Ada ibu-ibu yang sejak naik dari Salatiga hingga aku turun di Semarang tidak pernah berhenti berbicara, tidak peduli pada responku yang pada awalnya menanggapi positif dan sopan, diam saja tanpa respon hingga berpura-pura tidur karena bosan, ia bercerita tentang segala hal, mulai dari suaminya, anaknya, rumahnya yang baru dirampok, tetangganya, orang lain yang tidak dikenalnya, ketakutan-ketakutannya hingga menunjukkan berlembar-lembar uang yang disimpannya di dalam plastik, bukan dalam dompet. Selama berkata-kata matanya tidak pernah menatapku. Berbeda dengan mas-mas yang duduk sedangkan aku berdiri karena kurang beruntung, sejak aku berdiri di samping kursinya, dapat tempat duduk didepannya hingga turun di tempatku ia tidak berkata apa-apa hanya menatapku dalam-dalam sesekali mengalihkan pandangan saat aku berbalik melihatnya.

Banyak waktu perjalanan kulewati sendiri dengan tenang tanpa gejolak yang berarti, terkadang di ajak ngobrol oleh teman sebangku, terkadang bahuku dijadikan bantal tidur dan akupun sering sebaliknya hingga dihentak-hentakkan agar terbangun, terkadang aku membaca untuk mempersiapkan tes atau presentasi saat berangkat, terkadang aku merenung, berfikir dan berencana, terkadang aku hanya melihat dengan pikiran kosong, saat perjalanan pulang, paling sering waktu ku pakai untuk tidur yang sangat berkualitas hingga lebih dari 3 kali aku terlewat turun di tempat yang seharusnya aku turun.

Hawa panasnya selalu berbeda dari panas yang biasa hingga panas amat sangat, dan aku paling menikmati perjalanan saat hujan, dengan air yang merayapi jendela.

Maafkan aku bapak, mas, om kernet dan sopir, karena aku pernah lebih dari sekali lupa membayar ongkos perjalanannya, bukan karena di sengaja tetapi terkadang suasana dalam bis yang crowded atau belum sadar sepenuhnya sehabis bermimpi, mendukung ingatanku yang peLUPA. Jangan lupa ingatkan aku sebelum aku lupa.


5 komentar:

  1. hahaha...
    pengalaman pribadi tenan..
    smua sudah anda ceritakan pada saya hehehe

    BalasHapus
  2. hahaha..
    pengalaman pribadi tenan..
    smua sudah anda ceritakan pada saya hehe
    by Myli manizz

    BalasHapus
  3. hehe....thx ya udah mampir... ^^, xixixiii

    BalasHapus
  4. ada pula kernet yang teriak-teriak "barang halus..barang halus" atau "balita..balita" ketika ada penumpang wanita yang masih muda dan cantik hendak turun dari bus :)

    Perjalanan akan selalu menyenangkan kalau kita sadar akan hal-hal sederhana namun menarik yang terjadi di sekitar kita...

    Jalan-jalan yuk hehe...

    BalasHapus
  5. setuju seratus ribu persen.....
    ^.^

    BalasHapus