Label

Selasa, 20 September 2011

Peka

Hidupku sudah di gariskan, dari kecil bakat yang ada padaku (lebih tepat "mungkin ada"), pendidikan yang kujalani hingga sekarang, keselurahannya menuntunku pada profesi yang akan melekat padaku selamanya. Aku akan hidup darinya, nanti keluargaku dan anak-anakku akan hidup darinya pula. Pekerjaanku nantinya akan bergelut dengan kepingan-kepingan puzle pribadi seseorang. Aku harus mencari kepingan-kepingan itu, membalik, menyusun, menutup keping yang hilang dengan mungkin membuat imitasi keping yang baru. Menyembuhkan, mengisi, mengganti, memberi makna. Pekerjaan yang tidak mudah bukan? Jangan sampai aku memasang kepingan puzle dengan terbalik hingga menghasilkan wajah yang lain yang bukan sebenarnya. Aku harus membuka puluhan lembaran, mencari dan harus menebak dengan benar.

Aku teringat kata-kata dosenku "jika kalian mau mengenal seseorang dengan tepat, kenalilah lebih dulu dirimu dengan dalam.."
Kepekaan adalah senjata utama untuk menunjangku. aku masih ragu apa aku telah memilikinya dengan utuh, atau baru sebagian atau malah belum sama sekali.
Katanya, harus dilatih dari diri sendiri, mencoba mengenal dan peka terhadap perasaan-persaan sendiri bahkan yang terburuk sekalipun dan menerimanya... dengan begitu aku akan lebih memungkinkan membangun hubungan yang menyembuhkan dengan orang lain. Mungkin benar juga...
bagaimana bisa ingin membangun hubungan yang menyembuhkan bila tidak dapat menerima perasaan sendiri dan kemudian perasaan orang lain, bahkan yang terburuk sekalipun? dan bagaimana bisa menerima jika tidak peka?

Dalam kamus besar bahasa kita, bahasa Indonesia peka berarti : tidak lalai, mudah merasa, mudah bergerak, mudah menerima atau meneruskan pengaruh. Peka terhadap perasaan berarti menyadari (
aware) apa yang dirasa, merasa apa yang dirasa, tidak menyangkal atau mengabaikan.
Dengan diri sendiri kita dapat memilah-milah apa yang dirasa tersebut. Menyadarinya dan menerimanya, sehingga dapat memperbaiki dan berdamai dengannya. Bagaimana dengan peka terhadap perasaan orang lain? Perasaan mereka tergambar melalui kata-kata yang mereka gunakan, melalui gerakan, melalui tatapan mata, melalui cara berpikir dan bekerja dan melalui diam mereka. Peka berarti mampu menangkap benang merah dari keseluruhan yang ditunjukkan, dan kita pun dapat bertindak, dapat masuk dengan tepat dan diterima. Ada kenyamanan yang dirasa mereka, jika kita mampu untuk peka. Semakin nyaman, mereka akan semakin menumpahkan seluruhnya, awal munculnya hubungan yang menyembuhkan.

Semakin sering bertemu, berbicara dan menjalin relasi dengan banyak orang lain yang berbeda-beda, kepekaan akan semakin terasah. Begitu kata ibu bosku dulu di belakang kalimat "Helty, kamu hanya kurang peka...".

Peka mudah muncul dalam hati yang murni dan tidak memanfaatkan, tidak menghakimi dan tidak melabel. Dan hati yang terbuka lebar untuk menerima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar